Dunia pendidikan kurang memperhatikan mata pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan karakter siswa. Mata pelajaran lebih menekankan pada aspek intelektualitas daripada aspek afektif dan psikomotorik. “Maka dari itu, sering terjadi pelanggaran etika yang menjurus ke dekadensi moral,” kata Drs. Adi Prihastanto, M.Pd., kepala sekolah SMA N 3 Pemalang saat mengikuti ujian terbuka Program Doktor Manajemen Kependidikan Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (PPs Unnes) pada Senin, 24 Oktober 2016 di kampus Bendan Ngisor.
Dari beberapa kasus pelanggaran, menginspirasi Adi untuk meneliti disertasi “Pengembangan Model Holistik Manajemen Pendidikan Karakter di SMA Kabupaten Pemalang”. Di bawah bimbingan promotor Prof. Dr. Samsudi, M.Pd., kopromotor Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd., dan anggota promotor Dr. Titi Prihatin, M.Pd., ia memperoleh predikat sangat memuaskan.
Model holistik konseptual manajemen karakter adalah manajemen yang mendasarkan pada pengelolaan yang terintegrasi, utuh, menyeluruh, (holistik) diantara semua komponen sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Model ini juga mendasarkan pada prinsip-prinsip manajemen yang baik.
Melalui Focus Group Discussion (FGD) II ada dua komponen yang disempurnakan. Pertama, komponen wakil kepala (waka) kesiswaan dan siswa karakter yang bersentuhan langsung dengan kegiatan siswa. Kedua, komponen siswa berkarakter sebagai akhir pelaksanaan model.
Hasil validasi ahli menunjukkan skor rata-rata 3,55. Artinya, model holistik final manajemen pendidikan karakter di SMA layak untuk diterapkan pada jenjang yang sama dan berdasarkan analisis kebutuhan bahwa sekolah sangat membutuhkan model holistik ini.”Saya berharap agar dinas pendidikan, pemuda, dan olahraga kabupaten/kota berkenan menerapkan model holistik manajemen pendidikan karakter sebagai upaya mengoptimalkan pengelolaan pelaksanaan pendidikan karakter di SMA,” paparnya.
Prof. Samsudi selaku promotor menyampaikan empat tugas kesholehan kepada Adi sebagai doktor pendidikan, yakni kesholehan spiritual, kesolehan sosial, kesholehan professional, dan kesholehan akademik. “Amalan harus ditambah, harus lebih ramah, menghayati profesinya sebagai guru, serta lebih titis dalam berpikir dan mengungkapkan pendapat,” katanya.