Bahasa ibu merupakan warisan budaya yang memiliki peran penting dalam membentuk identitas individu dan komunitas. Namun, di tengah derasnya arus globalisasi, penggunaan bahasa ibu di berbagai daerah mengalami tantangan besar. Fenomena ini akan menjadi sorotan dalam Sarasehan Selasa Legen ke-114 yang akan digelar Universitas Negeri Semarang (UNNES) pada Senin (17/2/2025) malam.
Bertajuk “Bahasa Ibu, Apa Kabarmu?”, sarasehan yang akan berlangsung di Kampung Budaya UNNES ini akan menghadirkan Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Dr. Syarifuddin; serta Prof. Dr. Yusro Edy Nugroho, akademisi Sastra Jawa FBS UNNES. Acara yang akan dimoderatori Nadia Ardiwinata, penyiar Radio Idola, ini bertujuan untuk mengulas pentingnya upaya kolektif dalam menjaga kelestarian bahasa ibu.
Dr. Dhoni Zustiyantoro dari Divisi Acara Selasa Legen UNNES menekankan bahwa berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah menjadi isu yang kian mengkhawatirkan. “Bahasa ibu adalah jati diri. Jika bahasa daerah semakin jarang digunakan, maka kita kehilangan satu bagian dari kebudayaan kita sendiri,” ujarnya.
Menurutnya, urbanisasi, modernisasi, dan perkembangan teknologi informasi menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergeseran penggunaan bahasa ibu. Bahasa global seperti Inggris dan bahasa nasional pun semakin dominan dalam komunikasi sehari-hari. “Di banyak keluarga urban, anak-anak lebih fasih berbahasa Indonesia atau bahkan Inggris daripada bahasa daerahnya sendiri,” kata Dhoni.
UNESCO menetapkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional sebagai pengingat akan pentingnya keberagaman bahasa dan upaya pelestariannya. Di Indonesia, yang memiliki lebih dari 700 bahasa daerah, tantangan menjaga bahasa ibu kian besar. Para akademisi, pemerintah, komunitas budaya, dan masyarakat luas diharapkan berperan aktif dalam upaya revitalisasi bahasa daerah.
Dalam sarasehan ini, berbagai gagasan untuk menjaga keberlangsungan bahasa ibu akan turut dibahas. Prof. Dr. Yusro Edy Nugroho menilai bahwa penguatan pendidikan berbasis bahasa daerah serta pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran bahasa ibu menjadi kunci utama. “Membuat bahasa daerah lebih relevan di era digital bisa menjadi strategi penting. Konten edukatif berbasis bahasa daerah perlu diperbanyak agar generasi muda tetap tertarik,” tuturnya.
Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah, Dr. Syarifuddin, menambahkan bahwa kebijakan pemerintah daerah juga berperan dalam pelestarian bahasa ibu. “Program wajib berbahasa daerah di sekolah, lomba pidato atau menulis dalam bahasa daerah, serta pemanfaatan media sosial untuk mempromosikan bahasa ibu dapat menjadi langkah konkret,” ujarnya.
Sarasehan ini terbuka untuk umum dan diperkirakan akan mendapat antusiasme tinggi dari berbagai kalangan. Acara yang akan berlangsung pukul 19.30 hingga 22.00 WIB ini diharapkan menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya bahasa ibu dan upaya melestarikannya.(DHZ)